Sebenarnya saya bukan orang yang suka bergaul ke sana kemari. Berkenalan dengan orang-orang baru pun masih terasa kurang nyaman bagi saya. Namun, akhir-akhir ini saya mencoba untuk memberi challenge pada diri sendiri. Sejauh apa saya bisa melangkah, setinggi apa saya bisa melompat, sebesar apa kekuatan diri saya sendiri.
Challenge tersebut pun melibatkan sesuatu yang sama sekali bukan zona nyaman saya. Kalau zona nyaman saya adalah berada di ruangan tertutup, di depan buku, komputer, atau spesimen, apa yang akan terjadi saat saya harus berkenalan dengan orang-orang baru setiap saat? Saya harus berbincang, membangun pertemanan dengan mereka.
Yang unik adalah saya bertemu dengan berbagai kalangan. Mulai dari para pebisnis papan atas yang kebanyakan adalah para chinese (tanpa bermaksud rasis sama sekali, justru saya sangat kagum dengan mereka, senior-senior saya); kalangan Ibu-Ibu rumah tangga yang rempong dan tak pernah kehabisan bahan pembicaraan; kalangan socialita arisan elit, yang jadwal arisannya dalam sehari melebihi jadwal makan saya; kalangan on-liners yang punya akun di setiap social media yang ada, yang bahkan belum pernah saya dengar sebelumnya; dan lain-lain.
Seringnya, saya menjadi penghuni termuda diantara kalangan tersebut. Dan menjadi penghuni termuda itu memiliki keunikan tersendiri. Salah satunya adalah ketika perbincangan mengarah-arah ke topik yang agak "dewasa". Orang-orang di sekitar saya dengan asyiknya tertawa, menikmati pembicaraan atau lelucon tertentu sementara saya mateng(??) di dalem dan awkward di luar. Berusaha mempertahankan antara ekspresi poker face dan pura-pura(??) lugu. Keadaan seperti ini tak terelakkan terjadi, dan berada di tengah-tengahnya pun menjadi sebuah pengalaman tersendiri bagi saya.
Pengalaman tak terelakkan yang terjadi adalah urusan jodoh perjodohan yang rauwis-uwis. Selain penghuni termuda, saya pun kebetulan juga menjadi penghuni terngenes(??) karena belum berkeluarga, masih single kinyis kinyis pula.
Ibuk-ibuk, bapak-bapak pun berebut(??) ingin menorehkan prestasi(?)nya agar bisa menjodohkan saya. Ini yang repot. Karena saat terjadi transaksi pertukaran nomer kontak, saya pun berusaha untuk berpikir positif bahwa transaksi yang terjadi hanyalah pertukaran nomer kontak. Bukan pertukaran jodoh, atau pertukaran takdir.
Sebenarnya saya merasa kurang nyaman, dengan urusan perjodohan yang rauwisuwis ini. Bukan apa-apa sih, karena sebenarnya saya memang tidak menyengajakan diri untuk menceburkan diri di komunitas ini dalam rangka mencari jodoh atau apa. Saya memang murni ingin memberi challenge kepada diri sendiri. Bonusnya ya semacam pengalaman hidup, yang memang juga sedang saya cari. Masalah perjodohan itu memang sengaja tidak sedang saya pikirkan sementara ini.
Orang-orang mungkin merasa semacam kasihan(?) pada saya karena pada usia saat ini belum juga berkeluarga, dan sebagainya. Banyak juga yang bertanya "mengapa?".
Kalau dihadapkan pada pertanyaan yang seperti itu, saya kadang menjawabnya dengan asal-asalan. Kadang dengan bercanda, kadang cuma cengengesan, kadang pura-pura budeg, kadang budeg beneran hehehe.
Sebenarnya itu alasan yang sangat pribadi, dan alasannya bisa bermacam-macam. Yang paling gampang saya kemukakan adalah bahwa saya sedang memproses diri saya sendiri. Saya sedang dalam proses menjalani mimpi saya. Saya sedang sangat mensyukuri hidup yang saya jalani saat ini. Alasan yang ketika saya kemukakan ke orang lain (yang iseng/kepo bertanya), kemudian membuat mereka berpikir, "kasihan mungkin dia kurang bahagia, makanya fokus ke mimpi, karir, atau apalah." Sehingga membuat mereka memiliki semacam ambisi(?) untuk menyelenggarakan kontes perjodohan.
Sehingga terjadilah kontes yang demikian. Duh.
Sebagai jomblo ngenes tapi kinyis kinyis yang sedang dalam perjalanan ke barat mencari kitab suci (halah), saya merasa berkewajiban untuk "meneruskan" wahyu(?) perjodohan ini kepada teman saya yang kebetulan sedang membutuhkan jodoh.
Mungkin ke depannya jika lancar dan berkah, bisnis saya akan merambah ke bidang pertukaran jodoh :')
Mungkin malah saya berbakat di sana, dan bisa membantu banyak orang, kan? Siapa tau..
Sehingga terjadilah kontes yang demikian. Duh.
Sebagai jomblo ngenes tapi kinyis kinyis yang sedang dalam perjalanan ke barat mencari kitab suci (halah), saya merasa berkewajiban untuk "meneruskan" wahyu(?) perjodohan ini kepada teman saya yang kebetulan sedang membutuhkan jodoh.
Mungkin ke depannya jika lancar dan berkah, bisnis saya akan merambah ke bidang pertukaran jodoh :')
Mungkin malah saya berbakat di sana, dan bisa membantu banyak orang, kan? Siapa tau..
jomblo tuh ngga jelek koq gan, bebas dan ngga ada yg ngatur mau ngapain. Soal tanggung jwb juga lebih ringan..
ReplyDeletehehehe insyaAllah akan segera melepas status jomblo 2 bulan lagi gan :)
Delete