Monday, February 18, 2013

Ayah


Sejak kecil, engkaulah idolaku. 
Sampai saat ini, tiada seorang lelakipun yang dapat menggantikan posisimu di hatiku. 
Kau tetap idolaku.
Ayah, 
Masih lekat diingatanku di masa lalu, saat tengah malam kau terbangun dan masuk ke kamarku, membelaiku penuh kasih.. Membacakan do'a-do'a yang tidak kumengerti artinya. Aku mengamati dalam diam, selalu berpura-pura memejamkan mata, seakan aku telah tertidur. Lalu kau mematikan lampu kamar tidurku. Seperti biasa, karena aku selalu lupa mematikannya.
Ayah, 
Walau kau sangat jarang di rumah, tapi sosokmu sangat penuh mengisi keluarga kita. Seorang pemimpin yang lembut dan sabar di saat-saat tersulit kita. Kau tidak pernah mengajarkan pada kami apa itu kesabaran, tapi kami belajar kesabaran dari tiap sikapmu. 
Saat aku kecil, kita jarang pergi bersama, satu keluarga. Kau sibuk. Kau selalu sibuk. Aku tidak pernah tau kau kemana.. 
Namun, kau tidak pernah meninggalkan keluargamu. Kau seperti selalu ada bersama kami.
Ayah, 
Kau tidak pernah menceritakan sebuah dongengpun pada kami, tapi begitu banyak hikmah yang kami dapatkan setiap kali kami berbicara denganmu.
Kaulah orang pertama yang mengajarkanku untuk menjadi kuat di tengah badai, untuk bertahan disaat orang lain menyerah. Aku anak perempuanmu satu-satunya, namun kau tidak pernah menganggapku lemah.
Kaulah orang pertama yang mengenalkanku pada hikmah dibalik kegagalan. Kau tidak pernah kecewa. Tidak sekalipun.
Kaulah yang mengenalkanku pada buku dan ilmu, agar aku selalu mencintai keduanya dalam keseharianku.
Kaulah yang pertama membawaku terbang ke langit cita-cita tertinggi, dimana terbentang sejuta asa dan harapan tanpa batas.. Dan aku bebas berkarya.
Taukah kau, ayah..? 
Bahwa aku suka senyumanmu.. Senyum yang menurut orang-orang, diwariskannya padaku. 
Senyummu yang tulus.. 
Tawamu tiada pernah berlebihan. Dan saat sedihpun kau tetap tersenyum... 
Saat kau sedih, Aku tidak pernah melihatnya tapi aku merasakannya dalam hatiku. Seolah kesedihan kita terhubung oleh jalinan tak kasat mata bernama cinta. 
Ayah, betapa aku merindukan pelukanmu. Bau sebuah kerja keras, antara keringat dan matahari yang melekat di kemejamu. Yang membuatku semakin menyayangimu.. 
Pelukanmu terasa berbeda.. Selalu ada kehangatan, selalu ada kasih sayang yang tiada terhingga. Yang entah kapan dapat kubalas..
Aku mungkin tiada pernah bisa, Ayah.. 
Aku mungkin tiada pernah bisa membalas semua yang telah kau beri pada hidupku. 
Setiap keresahan yang kau tentramkan.. 
Setiap kegelisahan dan kesedihan yang kau ubah menjadi harapan.. 
Setiap mimpiku yang kau dukung.. 
Setiap kegagalan yang kau jawab dengan cinta. 
Kau selalu berkata "nggak apa-apa, masih ada lain kali"

Dan taukah kau, wahai ayaku, 
Bahwa aku selalu memimpikan untuk memiliki pendamping hidup yang sepertimu? 
Seseorang yang mampu membuatku senyaman saat aku bersamamu. Seseorang yang membuatku tidak takut untuk berbuat salah. Seseorang yang sesabar dirimu saat susah dan senang. 
Memiliki seseorang sepertimu seumur hidupku, mengarungi berbagai lika-liku kehidupan, susah dan senang, pastilah sangat membahagiakan.

Kini, 
Kala kulihat kulitmu yang menghitam disengat matahari.. Refleksi kerja kerasmu selama hidup.. 
Kala rambutmu semakin memutih.. 
Kala tubuhmu makin ringkih.. 
Aku hanya ingin menjagamu.. Aku ingin membuatmu bahagia, aku ingin membuatmu bangga.
Ayah, 
maafkan aku, anakmu, yang belum bisa memberikan apa-apa padamu, selain hanya beban dalam hidupmu. 
Walaupun aku tau, itu tiada pernah menjadi beban untukmu. Walaupun aku tau, selalu ada nama kami, anakmu, dalam tiap doa-doamu seusai sholat...
Maafkan kami, anakmu, yang sering lalai dalam do'a-do'a kami untukmu, lalai menunaikan kewajiban terkecil kami, yaitu mendo'akanmu.. 
Maafkan aku, ayah... 
T____T

Ayah, kau tidak sempurna. 
Tapi aku mencintaimu.

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Tak sanggup melanjutkan karena aku sudah menangis 
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

(5 April 2011. I love you, papa)

No comments:

Post a Comment