Thursday, February 21, 2013

KECELAKAAN


Kecelakaan dapat terjadi karena 2 hal, yaitu unsafe acts atau unsafe conditions.

Hal inilah yang pertama kali melintas di otak saya sesaat setelah saya mengalami kecelakaan tadi pagi. Saya langsung mengevaluasi diri saya, apakah saya telah melakukan unsafe acts? Ataukah lingkungan sekitar saya yang menciptakan unsafe condition bagi saya, sehingga kecelakaan tersebut terjadi.

hmm...
Kecelakaan ini bukan yang pertama kali terjadi sih pada diri saya. Saya sudah pernah mengalami kejadian serupa. Memang tingkat kecelakaan bagi pengendara kendaraan roda dua itu lumayan tinggi. Sekitar 69% kecelakaan dialami kendaraan roda dua, dan kecelakaan saya tadi pagi akan menambah angka statistik tersebut.

Saya sering berpikir bahwa rata-rata pengendara kendaraan roda dua itu memiliki budaya keselamatan yang cukup rendah. Mereka sering tidak mengindahkan keselamatan dalam berkendara. Bukan saja tidak memedulikan keselamatan dirinya sendiri, tapi mereka juga tidak memedulikan keselamatan orang lain sesama pengguna jalan.

Berapa banyak pengendara motor yang mengendarai motornya sambil sms-an? Atau bahkan sambil menelpon?? Saya bahkan ragu apakah mereka paham akan rambu-rambu lalu lintas. Ada beberapa golongan pengendara motor :
1. Yang tahu dan paham rambu lalu lintas dan rambu keselamatan berkendara lalu melaksanakannya
2. Yang tidak tahu dan tidak paham rambu lalu lintas dan rambu keselamatan berkendara tapi memiliki kesadaran untuk bertanggung jawab terhadap nyawanya dan nyawa orang lain sesama pengguna jalan sehingga mereka berkendara dengan mengutamakan keselamatan.
3. Yang tahu dan paham mengenai rambu lalu lintas dan rambu keselamatan namun memilih untuk mengacuhkannya dan ugal-ugalan di jalanan
4. yang tidak tahu, tidak paham mengenai semua rambu lalu lintas juga rambu keselamatan oleh karenanya mereka berkendara dengan tidak baik.

Sebaik-baiknya manusia pengendara kendaraan bermotor adalah mereka yang termasuk kepada golongan pertama, berkendara dengan didasari ilmu pengetahuan dan kesadaran. Orang-orang seperti inilah yang menjaga kita semua dari bahaya kecelakaan di jalan dengan menerapkan safety first. Mereka melakukan safety acts sehingga menjaga orang lain dari bahaya unsafe condition. Adapun mereka yang termasuk golongan kedua, walaupun sudah memiliki kesadaran untuk berkendara dengan hati-hati, tetaplah tidak cukup. Karena ketidak-tahuan mereka tentang keselamatan di jalan suatu saat akan dapat menimbulkan unsafe condition bagi pengguna jalan yang lain. Sedangkan golongan ketiga dan keempat, inilah mereka yang kerap kali menjadi penyebab banyaknya kecelakaan di jalan. Cara berkendara yang ugal-ugalan, egois, seenaknya sendiri salip sana sini, pepet sana sini, dan tidak sabaran seringkali merupakan hasil dari rendahnya pengetahuan yang mereka miliki. Tapi bisa jadi pula merupakan rendahnya kesadaran dari dalam diri mereka sendiri. Entah apa yang merasuki para manusia itu sehingga berkendara selayaknya binatang buas di hutan belantara sana, yang jika tidak berlari secepat kilat dan menerjang kesana kemari maka akan kehilangan buruannya.

pffffttt...
Saya rasa mungkin manusia sudah mulai berevolusi kembali menjadi binatang. Bukan begitu?

Ada satu hal menarik yang telah menjadi bahan kontemplasi saya setelah kecelakaan kecil tersebut terjadi. Hal itu adalah bagaimana dibutuhkannya sebuah sistem yang lebih mengakar rumput untuk (setidaknya) mencegah kecelakaan terus terjadi. Dibutuhkan lebih daripada hanya sekedar sebuah rambu pengingat di jalan, atau berbagai poster/spanduk pengimbau para pengendara agar berkendara dengan aman. Juga dibutuhkan lebih dari sekedar beberapa orang polisi yang berdiri di pinggir jalan seolah bertindak sebagai 'monumen' pengingat untuk berperilaku tertib di jalanan. Butuh lebih dari sekedar semua itu! Saya berbicara mengenai sebuah budaya yang berakar dari sebuah pengetahuan, kesadaran, kebiasaan, juga kepemimpinan terhadap diri sendiri agar bisa menerapkan keselamatan.

Rambu, poster, spanduk, marka, polisi, itu semua adalah faktor eksternal dalam upaya pencegahan kecelakaan. Tapi ada satu faktor yang paling penting dalam upaya ini, inilah faktor internal yang menentukan berhasil atau tidaknya upaya tersebut. Faktor itu adalah manusia itu sendiri, sebagai pelaku juga korban dari kecelakaan yang terjadi.

Manusia harus menjadikan keselamatan sebagai bagian dari budaya dalam kehidupan bermasyakarat. Itu maksud saya.

Sudah banyak penelitian yang berfokus pada faktor teknis dan juga sistem dalam penyebab terjadinya kecelakaan. Berbagai upaya pencegahan secara teknis pun dilakukan, seperti misalnya memperbaiki kondisi lingkungan agar tak terjadi kecelakaan. Juga pencegahan yang dilakukan secara sistemik, seperti membuat undang-undang tentang kecelakaan yang mengatur hukuman bagi pelanggarnya. Namun itu semua ternyata tidak menjawab inti permasalahan. Kecelakaan terus terjadi.

Lord Cullen, pada tahun 1990 mengatakan bahwa, "adalah penting untuk menciptakan suasana perusahaan atau budaya di mana keselamatan dipahami dan diterima sebagai, prioritas nomor satu oleh semua orang"

Ini maksudnya. Kecelakaan masih terjadi karena masih ada orang-orang yang meremehkan arti keselamatan. Sebagai contoh kecil yang kerap saya amati setiap kali saya duduk di kursi saya di pesawat terbang sesaat sebelum lepas landas. Ada saat dimana para awak kabin mendemonstrasikan prosedur keselamatan jika terjadi kecelakaan, bagaimana memasang sabuk pengaman, sampai prosedur evakuasi. Tidak semua orang memperhatikan, lho. Selalu ada orang yang asik ngobrol sendiri sampai ribut, atau ada yang sibuk membaca koran. Atau bahkan mulai tertidur! Yah, saya hanya berpikir sih.. iya, mungkin mereka begitu sering terbang, mungkin sehari bisa sampai dua kali hingga mereka pun sudah bosan bahkan hapal dengan prosedur tersebut. Tapi tetap saja, bagi saya apa sih susahnya memperhatikan prosedur tersebut? Tak sampai 5 menit kok, bahkan tak makan banyak energi. Hanya duduk dan memperhatikan. Well, siapa sih yang tau kapan pesawat kita akan mengalami kecelakaan? Kapan kita akan HARUS BISA menerapkan prosedur keselamatan tersebut? Bisa jadi saat kita tidak memperhatikan prosedur keselamatan itulah, pesawat kita mengalami kecelakaan dan kita mengalami serangan panik yang begitu hebatnya sehingga kita lupa harus berbuat apa.

Tapi sekali lagi, ini semua bukan mengenai bagaimana prosedurnya, atau apakah akan terjadi kecelakaan atau tidak. Ini masalah kesadaran akan keselamatan. Bagaimana jauh di dalam intisari jiwa kita, kita menghargai sebuah nyawa dan bagaimana hal tersebut kemudian mendorong kita untuk menempatkan keselamatan sebagai prioritas utama kita.

Cerminan seorang itu berbudaya atau tidak sering terlihat pada perilaku kecil yang dilakukannya ketika di tempat umum. Salah satu cara melihat apakah budaya keselamatan sudah mengakar pada masyarakat adalah mengamati perilaku masyarakat tersebut dalam berkendara. Apakah masih ugal-ugalan seperti binatang buas? Ataukah sudah lebih menghargai nyawa (minimal nyawanya sendiri)?

Eniwei
Saya jadi melantur nih .__.

Saya bersyukur sih, kecelakaan yang saya alami tidak parah. Kulit saya bahkan tidak tergores, walaupun telah dicium aspal ha ha ha. Kadang menjadi manusia nerd yang suka memakai busana berbahan tebal bahkan di hari-hari panas sekalipun itu sangat berguna. Contohnya ya saya ini. Sudah beberapa kecelakaan yang memaksa saya berciuman dengan aspal namun baju, dan rok saya yang tebal ini melindungi kulit saya dari luka parah. Bahkan pernah di suatu kecelakaan, kaus kaki saya yang tebal itu benar-benar menjadi pelindung setia. Dia robek begitu parah tapi kulit kaki saya hanya memar saja dan perih sedikit saja. Alhamdulillah yah, sesuatuk banget :p

Sedikit mengenai kronologi kecelakaannya ya. Tadi itu saya berkendara dengan motor saya seperti biasa. Lalu sampai tiba saatnya saya harus belok kanan. Saya sudah berhati-hati, dari jarak sekitar 100 m sebelum belok, saya menyalakan lampu sen ke kanan. Saya pun melihat ke spion kanan, memang ramai pengendara motor di belakang saya. Lalu karena masih ramai di belakang dan depan (arah balik), saya berhenti sejenak di kanan jalan dan menunggu sepi agar saya bisa belok dengan anggun seperti biasa. Namun tiba-tiba saya ditabrak dari arah kanan belakang oleh sebuah sepeda motor. Saya terjatuh sih ya, terhimpit pula oleh sepeda motor saya. Namun saya baik-baik saja (karena posisi motor saya sudah berhenti) dan langsung berdiri karena khawatir akan terjadi tabrakan beruntun. Namun naas melanda dua perempuan yang menabrak saya karena motor mereka yang sedang melaju harus tiba-tiba berhenti dan menabrak, pasti menimbulkan momentum yang cukup besar. Setelah menepi, kami jadi mengetahui bahwa kaca spion motornya pecah, dan sang pengendara yang hanya memakai baju sampai siku, mengalami lecet di bagian siku.

Sudah dua kali ya saya hitung, saya ditabrak dari arah kanan belakang. Penyebabnya sama, sang penabrak tidak memperhatikan lampu sen saya dan asik mengobrol. Kebetulan dari dua kecelakaan itu, saya ditabrak oleh mereka yang berboncengan. Dan sekali lagi, alhamdulillah yah, saya sedang sendirian saat ditabrak. Tak terbayang jika saya juga sedang berboncengan.........

Itulah sebabnya ketika saya sedang berboncengan, saya tak terlalu suka mengobrol. Karena saya tau, konsentrasi sang pengendara akan berkurang minimal 50% jika diajak mengobrol dan akibatnya perhatiannya kepada jalanan akan berkurang pula. Ini merupakan sebuah unsafe act!

Alhamdulillah saya masih selamat, hanya memar di lutut saja. Motor saya juga tak apa-apa, hanya gores sedikit saja. Alhamdulillah yah :)
Yah, diambil pelajarannya saja ya. Bahwa keselamatan itu penting, berkendara dengan SADAR itu sangat penting. Dengan berkendara dengan sadar, kita bukan hanya menghargai nyawa diri sendiri, tapi juga nyawa orang lain.

Ingat, safety first! :)

No comments:

Post a Comment