Monday, February 18, 2013

Kontemplasi


"Aku tidak sedih karena kau mengkhianatiku, tetapi aku sedih karena setelah kau menyakitiku, aku tak bisa lagi percaya padamu" 
- Friedrich Nietzsche
Pernah membaca kalimat tersebut di status Facebooknya seseorang. Dan aku menyukainya. Statusnya,maksudnya. :p
Kepercayaan adalah hal yang mahal, sekali sudah diberikan dan disia-siakan, rasanya enggan memberikannya lagi dengan percuma kepada orang lain.
Itulah sebabnya, aku jarang sekali memberikan kesempatan kedua bagi orang yang pernah menyakitiku.
Bukannya apa-apa sih. Tetapi begini. Jika seseorang sudah pernah menyakitiku, berarti dia sudah tau cara bagaimana untuk menyakitiku. Andaikan pun dia berkata dia akan berubah, bukan berarti pengetahuan itu lenyap, kan? 
Bisa saja suatu saat dia menggunakannya lagi untuk menyakitiku. Karena dia sudah tau caranya.
Dan karena prinsipku adalah "aku berhak untuk bahagia", maka biasanya orang yang pernah menyakitiku, takkan begitu mendapat tempat dalam hidupku. Kelamaan, diapun akan pudar. 
Karena aku tidak mau mengambil resiko untuk disakiti. Lagi.
Dan, satu lagi. 
Aku tak pernah menangisi atau menangis karena orang yang menyakitiku. Aku cuma menyesal, kenapa aku begitu bodohnya bisa percaya pada mereka.
Pada umumnya, setiap manusia dibekali suatu insting untuk membela diri. Semacam sebuah self defense mechanism, yang memungkinkan kita untuk bisa bertahan hidup dalam tiap kondisi. Dan dalam kondisi tertentu yang 'membahayakan', insting kita akan memerintahkan untuk 'lari' atau menyelamatkan diri.
Dalam hal ini, hati pun memiliki self defense mechanism. Dimana hati akan mengirim sinyal-sinyal tertentu untuk mempertahankan diri ketika ada sesuatu yang mungkin bisa membuatnya terluka. 
Sebagian dari kita menyebutnya 'feeling'.
Tetapi, kita selalu bisa memilih. Dan kebanyakan dari kita memilih untuk mengabaikan 'feeling' kita, hingga akhirnya kita pun terluka. 
Lalu kecewa.
Hidup itu sulit, memang. Apalagi jika kau adalah tipe petarung solo, yang kebanyakan harus berjuang melewati segala badai kehidupan seorang diri. Temanmu adalah hatimu.
Istafti Qolbak. 
Tanyalah pada hatimu. 
Menurut seseorang yang bijak, yang dimaksud dengan 'hati' disini adalah apa yang kau pahami dan apa yang disuarakan nuranimu.
Jadi, ada baiknya berpikir dengan imbang antara hati dan logika. Gunakan pengetahuan yang kau miliki untuk menganalisa kondisi beserta semua resikonya, lalu tanyakan pada hatimu, apa kau siap untuk menjalaninya.

:)

No comments:

Post a Comment