Monday, February 18, 2013
Berteman dengan sahabat
Friendship is always a sweet responsibility, never an opportunity.
-Kahlil Gibran-
Kalau kau tanya padaku apa arti teman dan sahabat, aku mungkin akan terdiam sejenak dan memandangimu. Aku akan berpikir apa seharusnya aku menjawab dengan serius atau bercanda.
Aku akan menilaimu. Apakah kau bertanya serius atau bercanda pula.
Bagiku, pertanyaan ini bukan pertanyaan sembarangan. Dulu, aku pasti akan menjelaskan dengan serius apa arti teman dan sahabat bagiku.
Sampai hampir semua orang berubah menjadi a**hole dan menganggap pertanyaan ini main-main dan bercanda-canda dengannya.
Sesungguhnya aku malas menanggapi pertanyaan serius yang dilontarkan dengan main-main. Untuk apa? Apa jawabannya penting bagi yang bertanya? Apa dia bahkan akan mendengarkan?
Jadi aku mulai belajar untuk menyiapkan 'jawaban cadangan', jika si penanya memang main-main atau sengaja bermain-main dengan pertanyaan itu.
Jawaban 'main-main'nya adalah begini:
"Teman itu kembarannya temon, kalau sahabat itu suka makan ketupat."
There you go. Eat that crap!
Kalau kau serius dan tulus bertanya padaku apa itu teman dan sahabat.. Aku akan serius pula menjawabnya
"Bagiku, teman dan sahabat adalah segalanya bagiku. Aku bahkan akan membelah diriku hanya untuknya. Saat dia sedih, hatiku bukan hanya sedih, tapi terluka. Jika dia menangis, aku bahkan rela menelan airmatanya. Aku menyayangi teman dan sahabatku lebih daripada aku menyayangi diriku sendiri. Jika uang yang dia minta, akan kuberi. Ingin kuhentikan waktu saat aku bersamanya, hanya untuk duduk dan mendengarnya bercerita. Satu-satunya alasan aku tak memberi begitu banyak adalah karena aku menghargai kemandiriannya, dan harga dirinya.
Jika dia mencintai pria yang kucintai, aku rela mengubur cinta itu hingga ke dasar bumi dan bungkam selamanya, hingga akhirnya mereka bisa bersama.
Aku tak pernah merasa nyaman berada di dekat kekasih sahabatku, aku sangat takut dengan segala potensi yang memungkinkan terjadi hal-hal manusiawi diantara kami seperti jatuh cinta.
Bagiku, berteman dengan seorang sahabat adalah bagaikan berada dunia yang sangat indah dimana terdapat pohon pohon besar dengan akar yang kuat yang menopang kuat tanahnya.
Dahan sang pohon kekar melindungimu, dedaunannya rimbun membuatmu nyaman, buahnya manis dan mengenyangkan, dan pohon itu tertanam kuat dan takkan berlari pergi meninggalkanmu dalam kondisi apapun"
Itulah kira-kira yang akan kujelaskan tentang teman dan sahabat. Yah, well.. Mungkin tidak sepanjang itu, tapi intinya kira-kira begitu.
Tapi kau tau, aku sangat jarang memiliki sahabat. Jumlah sahabatku bisa dihitung dengan jari tangan.
Kau tau mengapa?
Jawabannya hanya satu, dan akan selalu ada satu : KEPERCAYAAN.
Menarik mengetahui bahwa arti kepercayaan begitu besar dalam diriku. Betapa itu sangat rapuh hingga bisa dianalogikan lebih rapuh dari selaput yang paling tipis di dunia ini.
Satu.
Kau tidak bisa membangun persahabatan tanpa kepercayaan.
Maksudku, apa gunanya bersahabat tanpa kepercayaan? Untuk sekedar formalitas? Oportunitas?
Lebih baik tidak daripada demikian.
Sesungguhnya, saat aku benar-benar percaya kepada seorang sahabat, aku benar-benar percaya padanya. Aku akan menjadi sangat terbuka padanya. Dia akan melihat semua kekuranganku, dan semua sisi kelam diriku.
Namun, saat dia menghancurkan kepercayaan itu, bagiku, saat itulah dia telah menghancurkan hubungan persahabatan kami. Selesai. Semua musnah.
Hancurnya kepercayaan itu bisa karena berbagai hal, so just you know.
Misalnya, membocorkan rahasia. SEKECIL dan SEREMEH apapun rahasia itu.
Atau, bermuka dua. Seperti saat dia bermuka manis di depanmu lalu menjelekkanmu dibelakangmu.
Atau, menusukmu dari belakang. Seperti menyakitimu dengan strategi yang tersusun rapi dan manis tanpa kau ketahui, setelah dia mengetahui kelemahanmu.
Dua.
Sahabat akan menghargai sahabatnya.
Apakah layak kau sebut sahabat seseorang yang menjatuhkanmu di depan publik? Menghina dan merendahkanmu seolah kau binatang murahan.
Walaupun sekedar bercanda, namun selalu ada batasnya.
Ingatlah bahwa sebaik apapun sahabat kita, dia juga manusia yang memiliki hati.
Saat seseorang menghina orang lain, sesungguhnya dia rindu akan kemuliaan yang mungkin seumur hidupnya tidak pernah dia miliki sebelumnya.
Tapi, di dunia ini tidak ada satu manusiapun yang berhak merasa memiliki kewenangan untuk menyakiti orang lain.
Jadi, mengapa kau jadikan sahabat seseorang yang hanya ingin menyakitimu dan sama sekali tidak paham (atau tidak mau paham) bagaimana menghargai orang lain?
Tiga.
Sahabat adalah seseorang yang ada.
Bagaimana mungkin kau sebut dia sahabat jika dia TIDAK ADA??
Beberapa hari yang lalu aku menyaksikan sebuah TV show bertajuk Hitam Putih yang dipandu oleh Dedi Corbuzier. Disana dikatakan bahwa "sahabat adalah mereka yang turut bahagia disaat sahabatnya bahagia"
Pernyataan ini menggelitikku dan jadi bahan pikiranku untuk waktu yang sangat lama. Iya betul, bahwa kita mengharapkan ada yang ikut bahagia saat kita bahagia, bukan sebaliknya; sedih saat kita bahagia dan senang saat kita sedih.
Tapi begini pemikiranku, bukankah lebih mudah berada disisi seseorang saat dia senang dibanding bersamanya di saat sulit?
Orang yang membersamai kita saat kita senang belum tentu BENAR-BENAR senang saat kita senang. Bisa saja mereka mau memanfaatkan keadaan kita saat senang.
Tapi, orang yang membersamai kita saat kita sedang susah dan menghibur kita, itulah sahabat. Menurutku. Karena lebih sulit pura-pura peduli saat kondisi sulit dibanding pura-pura senang disaat bahagia.
Bukankah begitu menurutmu?
Jadi, menurutku, sahabat adalah dia yang memilih bertahan untuk tetap berada di sisimu saat seluruh dunia menjauhimu.
Setuju, yes? :D
Namun pertanyaannya adalah apakah sahabat yang seperti itu benar benar ada? Ataukah ia hanya hidup di khayalan belaka?
Bagiku, sejak dahulu begitulah persahabatan, ceritanya jarang berakhir indah :(
Saat aku merasa mulai menemukan seseorang yang mungkin bisa menjadi sahabatku, saat itulah dia mengecewakanku. Selalu seperti itu dan entah kapan akan berakhir.
Detik ini, sungguh aku trauma. Aku trauma untuk percaya lagi pada orang lain yang akan kujadikan sahabat, bahkan hanya sekedar teman.
Sesuatu di dalam diriku selalu was was, apakah temanku yang ini akan kembali menghancurkan persahabatan yg baru akan kujalin dengannya?
Rasanya sudah terlalu banyak aku bercerita di postingan blog sebelumnya tentang lubang dihatiku yang ada karena pengkhianatan. Itu semua membuatku sangat rapuh dan ingin melindungi hatiku dengan teramat sangat. Aku menjadi sangat overprotective terhadap hatiku. Hati yang sudah sering sakit.
Walaupun akhir2 ini aku kembali menemukan teman2 yang baik, yang sangat sering membuatku tersenyum bahkan tertawa di tengah penat, namun rasa trauma itu tetap ada.
Setiap hari aku berpikir, apakah ini nyata? Bahwa akhirnya aku kembali bertemu seorang sahabat yang tulus dan dapat dipercaya. Bahwa ini semua bukan mimpi yang darinya aku harus terbangun suatu saat nanti..
Aku bahkan tidak lagi berani berharap. Aku selalu mempersiapkan hatiku agar siap jika tiba2 teman-teman yang baik ini harus pergi meninggalkanku, atau mengkhianatiku, sama seperti yang lainnya.
Namun, apa yang terjadi nanti.. Biarlah terjadi, semoga kau tidak mengecewakanku ya, teman.. Aku sungguh ingin percaya padamu.
Aku sungguh ingin berteman denganmu, sahabat.
Jadi,
Berteman, yes? :D
(20 Maret 2011. Diantara begitu banyaknya krisis kepercayaan)
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment