Thursday, February 21, 2013

BATTLE HYMN OF THE TIGER MOTHER



Berawal dari kebosanan saya membaca buku fiksi akhir-akhir ini. Yah, buku fiksi akhir-akhir ini agak-agak membosankan. Buku fiksi bergenre fantasy seolah dominan memenuhi rak-rak di toko buku sejak Harry Potter, the Lord of The Rings, kemudian disusul oleh Twilight saga. Kemanapun saya pergi, di toko buku manapun, saya selalu menemukan buku-buku sejenis fantasy fiction. Awalnya saya menikmati saja sih.. tapi lama kelamaan saya bosan.
Karena saya suka sekali membaca, saya kemudian mulai mencari bacaan alternatif yang dapat memenuhi hasrat jiwa ini (halah). Pilihan saya jatuh (kembali) pada buku non-fiksi. Dan Buku Battle Hymn of the Tiger Mother (BHTM), adalah buku pilihan saya yang pertama. Sejujurnya, saya tertarik membaca buku ini sejak melihat banyaknya review buku ini di akun twitter Gramedia, dan karena dikatakan bahwa buku ini cukup kontroversial. Maka saya pun memutuskan untuk membacanya.

Saya membaca buku BHTM ini versi terjemahan dalam Bahasa Indonesia yang --dengan agak kurang pas menurut saya-- diterjemahkan menjadi "Cara Mendidik Anak Agar Sukses ala China". Kurang pas karena di dalam buku ini tidak seperti yang dicitrakan oleh judulnya, tidak berisi panduan mendidik anak ala China. Tapi lebih menyerupai sebuah kisah, sebuah memoar perjuangan seorang ibu dalam mendidik anaknya.

Saya membaca buku ini dalam 2 kali baca. Buku ini pun sebenarnya bukan termasuk buku berat, hanya 237 Halaman termasuk catatan dan sebagainya. Tetapi dapat saya katakan bahwa buku ini LUAR BIASA. Sampai detik ini, saya masih terkagum-kagum karena isi buku ini, yah, cukup mempengaruhi saya.

Setiap orang pasti memiliki sebuah prinsip dasar, seperti sebuah keyakinan yang dipegangnya dalam hidup. Prinsip ini, bukan melulu seperti sebuah prinsip yang mutlak juga sih.. tapi lebih menyerupai sesuatu yang diyakini sebagai hasil dari pengalaman hidup, pengetahuan dan wawasan, serta cita-cita dan impian seseorang dalam hidupnya. Begitu pun dengan saya. Sebelum membaca buku ini, saya pun sudah memiliki gambaran dasar mengenai bagaimana seharusnya seorang ibu membesarkan anaknya, bagaimana ibu mendidik anaknya, agar sukses. Karena saya belum berkeluarga, jadi yah.. saya hanya memiliki gambaran lah kira-kira bagaimana nantinya saya akan mendidik anak saya.

Tetapi, semua gambaran yang semula tersusun rapi dalam cita-cita saya tersebut seolah goyah dan hampir runtuh ketika saya mulai membaca buku ini. Saya rasa tidaklah berlebihan apabila buku ini dikatakan sebagai buku yang kontroversial.

Penulis (Amy Chua) dengan berani bahkan sejak di awal buku, bukan hanya memperbandingkan 2 metode mendidik anak (yang disebut ala Orangtua Barat dan ala Ibu China), tapi juga mengatakan bahwa metode Ibu China JAUH LEBIH UNGGUL dalam mendidik anak.

Well, disini masalahnya. Amy Chua dan keluarganya tinggal di Connecticut, Amerika Serikat. Suaminya, Jed Rubenfeld, adalah seorang Yahudi Amerika yang dibesarkan dengan metode Orangtua Barat. Jadi, ketika Amy Chua menuliskan buku ini, sebagian besar kaum Barat pun "menoleh".

Sebenarnya, bagi Orangtua China, metode Amy Chua dalam mendidik dan membesarkan anaknya bukan merupakan hal baru. Bisa dikatakan, hampir semua Orangtua China menerapkan metode pendidikan yang sama pada anaknya, hanya saja mereka tidak mengungkapkannya atau menuliskannya dalam bentuk buku yang menjadi NYT Best Seller.

Sering kita lihat anak Asia yang tinggal di Amerika, mereka menjadi anak yang lebih unggul dibandingkan dengan anak Amerika itu sendiri. Pada usia 10 tahun, seorang anak Asia bukan hanya sudah mampu menguasai Piano, tapi juga mampu menjadi Pianis Konser! Sementara anak Amerika sendiri, masih berkutat dengan entah apa. Disinilah Amy Chua membeberkan rahasia para Orangtua China dalam mendidik anaknya.

Anak tidak boleh mendapat nilai dibawah A dalam setiap pelajaran. A minus dianggap memalukan!
Anak harus menjadi sang nomor satu di setiap pelajaran, kecuali olahraga dan drama.
Anak harus patuh pada orang tua, apa pun yang terjadi.
Anak tidak boleh menginap di rumah teman, janjian bermain bersama teman-teman, menonton TV atau main game komputer.
Anak tidak boleh memilih kegiatan ekstrakurikuler sendiri.
Anak harus pintar bermain musik, alat musiknya harus merupakan alat musik klasik dan susah dimainkan seperti Piano dan Biola. Tidak boleh yang lain.
Anak harus berlatih keras bermain musik setiap hari, di luar jadwal kursus musik mereka, SETIAP HARI. Termasuk hari libur. Dimana pun.
Selama membaca buku ini, sebenarnya saya tercabik-cabik diantara perasaan kagum dan ragu. Saya kagum dengan hasil nyata atas metode Tiger Mother, hasil yang tidak akan didapatkan dengan menerapkan metode pendidikan ala barat. Namun saya juga ragu, apakah metode ini cukup manusiawi bagi anak-anak. Sepertinya keraguan saya juga menjadi keraguan banyak pembaca buku ini, bagaimana kerasnya Amy Chua mendidik 2 anak perempuannya (Sophia dan Louisa), apakah dengan kerasnya didikan Amy Chua, masa kanak-kanak kedua putrinya terenggut? Apakah Sophia dan Louisa menjadi anak-anak yang tidak menikmati masa kecilnya sendiri?

Semakin saya membaca buku ini, kedua hal tersebut semakin besar. Kekaguman saya kepada Amy Chua memuncak ketika pada akhirnya mengetahui bahwa Sophia memenangi kejuaraan piano setempat pada usia sembilan tahun dan pada usia 14 tahun, Sophia melakukan debutnya yang pertama di Carnegie Hall!

Keberhasilan Sophia menjadi Pianis Konser di usianya yang masih sangat muda tidak terlepas dari kerasnya didikan Amy Chua sebagai seorang Tiger Mother. Sophia berlatih piano bisa sampai 90 menit sehari, itu pun tidak termasuk jam belajarnya pada saat kursus. Bagaimana Amy memaksanya untuk tetap latihan sesuai jadwal, bahkan menambah jam latihannya menjelang konser. Ada saat ketika mereka sedang liburan di luar negeri, sang Tiger Mother pun tetap bersikeras bahwa anak-anaknya harus tetap berlatih musik. Bahkan sampai menyewa piano di sebuah toko musik untuk berlatih minimal selama 2 jam setiap hari!

Disinilah saya belajar mengenai kesungguhan dan kerja keras dari sang Tiger Mother. "Berlatih, berlatih, dan berlatih dengan tekun berperan sangat penting dalam menghasilkan kehebatan" adalah salah satu ungkapan sang Tiger Mother.

Anak kedua Amy Chua bernama Louisa atau biasa dipanggil Lulu. Sama seperti Sophia, Lulu juga dididik untuk menjadi seorang musisi pada usianya yang masih sangat muda. Amy Chua memilihkan Biola sebagai alat musik tambahan kepada Lulu, disamping Piano. Jadi sebenarnya Lulu juga dapat memainkan Piano, tapi kemudian dia diarahkan untuk lebih menguasai Biola.

Saya melihat bahwa Lulu berbeda dengan Sophia, Lulu lebih kritis. Sehingga Lulu dan Ibunya sering melewatkan waktu dengan bertengkar dan bertengkar selama masa latihan Biolanya. Sang Tiger Mother pun tidak sungkan untuk memaki jika anaknya tidak menaatinya. Disinilah sebenarnya konflik terjadi. Konflik batin sang Tiger Mother yang mulai meragukan metodenya sendiri.

Selama membaca buku ini, saya juga mengalami konflik batin (halah), apakah benar selama ini sang Tiger Mother benar-benar melakukan metodenya demi kebaikan anak-anaknya? apakah bukan demi dirinya sendiri? Berkali-kali sang Tiger Mother berkata bahwa anak-anak belum mengetahui apa yang baik bagi dirinya sendiri dan oleh karenanya, sudah kewajiban orang tua untuk menunjukkan apa yang terbaik untuk anak-anaknya. Walaupun demikian, sulit untuk tidak berprasangka bahwa sang Tiger Mother adalah jenis ibu ambisius yang rela mengorbankan kebahagiaan anaknya demi membuatnya bangga.

Disinilah letak kontroversialnya buku ini.

Banyak kalangan barat yang kemudian melayangkan protes kepada Amy Chua, bahwa sebagai seorang ibu, dia telah merampas hak asasi anak-anaknya sendiri dengan memaksanya terus berlatih musik dan merampas jam-jam bermain anaknya. Begitulah, karena mereka hidup di Amerika Serikat, dimana hak-hak asasi begitu dijunjung tinggi.

Tapi banyak pula kalangan yang terkagum-kagum dengan hasil nyata pendidikannya. Walau bagaimana pun, anak-anaknya terbukti menjadi anak yang sukses secara akademis sekaligus menjadi musisi cemerlang di usia mereka yang masih sangat belia.

Bagi saya pribadi, setelah membaca buku ini, saya mendapatkan banyak wawasan dan hal-hal baru. Kekaguman saya terhadap bangsa Asia Timur semakin menjadi-jadi. Saya menjadi sangat paham mengapa orang China (atau Korea atau Jepang) bisa begitu luar biasa! Metode Tiger Mother telah mengakar dalam kebudayaan mereka. Setiap kali melihat orang China memainkan Piano/Biola dengan piawainya, saya menjadi semakin kagum karena mengetahui betapa banyaknya mereka berlatih, bagaimana kerasnya disiplin mereka dalam belajar, betapa mereka dididik untuk menjadi pribadi yang kompetitif. Saya juga semakin banyak mengamati, betapa semakin banyaknya musisi yang berasal dari Asia Timur. Mengagumkan!

Saya jadi berpikir ulang mengenai metode barat dalam mendidik anaknya yang (yah akui sajalah), banyak lemahnya. Membaca buku ini membuat saya berpikir bahwa kebebasan yang diagung-agungkan oleh banyak orang barat banyak juga yang salah sasaran. Dalam beberapa hal, saya sepakat dengan Tiger Mother bahwa anak-anak perlu dididik untuk bekerja keras dan tidak memanjakannya.

"Orangtua China menuntut nilai sempurna karena mereka yakin bahwa anak mereka mampu mendapatkannya. Kalau anak mereka tidak mendapatkan nilai sempurna, orangtua China menganggap hal itu disebabkan karena anak mereka tidak belajar cukup rajin."

Sementara mungkin para orangtua Barat tidak pernah menuntut anaknya untuk mendapat nilai sempurna. Mendapat nilai B saja anak-anak mereka akan dipuji setinggi langit. Saya sepakat dengan sang Tiger Mother bahwa menanamkan pemikiran bahwa anak-anak layak untuk menjadi yang terbaik, oleh karenanya, mereka juga harus melakukan yang terbaik. Tidak ada batasan untuk kemampuan sang anak. Jika anak bisa mendapat nilai A, mengapa harus berpuas diri dengan nilai B?

"Orangtua China punya dua keunggulan dibandingkan orangtua Barat: (1) cita-cita yang lebih tinggi untuk anak-anak mereka, dan (2) rasa hormat yang lebih besar terhadap anak-anak mereka dalam mengenal seberapa banyak hal yang mampu mereka pelajari"

Namun, saya juga agak kurang sepakat dengan beberapa cara yang diterapkan sang Tiger Mother. Salah satu diantaranya adalah obsesi sang Tiger Mother agar anaknya menjadi Musisi dan seolah membatasi mereka hanya menjadi Musisi saja. No offense, tetapi di buku ini, saya mendapatkan kesan seolah sang Tiger Mother membatasi wilayah gerak sang anak hanya di bidang musik saja. Tak heranlah jika kemudian sang anak merasakan kebosanan yang memuncak sehingga membangkang bahkan sampai membenci musik.

Sesuatu yang berlebihan memang tidak pernah menjadi baik ya.. termasuk pemaksaan yang berlebihan sehingga memenjarakan diri. Walau bagaimana pun, ada sisi manusiawi dalam diri setiap manusia yang selalu ingin mencoba hal-hal baru diluar hal rutinnya. Dan sisi ini pun harus menemukan salurannya, harus turut difasilitasi.



Jika saya menjadi seorang ibu suatu saat nanti, hihihi.. Saya mungkin juga akan menerapkan keyakinan yang sama dengan Tiger Mother: anak saya layak untuk menjadi yang terbaik dan saya akan mendidiknya untuk melakukan yang terbaik. Yah, saya jadi terpikir juga untuk memberikan pendidikan musik klasik kepada mereka, tapi tidak dengan cara yang begitu ekstrim sampai memenjarakan hobi mereka yang lain.

"Musik klasik merupakan lawan dari kemerosotan, lawan dari kemalasan, kekasaran dan kemanjaan"

Musik klasik juga dapat membantu anak-anak mengembangkan otak kanannya agar seimbang dengan perkembangan otak kirinya selama mempelajari matematika dan sains. Yang pasti, anak-anak saya nantinya harus suka membaca hehehe.. kalau tidak suka membaca, berarti bukan anak saya! :p

Seperti yang saya katakan sejak awal, sangat salah mengartikan bahwa buku ini adalah seperti sebuah panduan bagaimana mendidik anak. Karena pengalaman dalam membaca buku ini tidak sama seperti membaca buku parenting. Buku ini lebih mengenai kisah seorang ibu yang sangat kuat memegang prinsipnya sebagai orang China dan menerapkan nilai-nilai tersebut kepada anak-anaknya. Saking kuatnya sang ibu, sampai menyebut dirinya sendiri Tiger Mother.

Saya juga sangat kagum dengan kecerdasan Amy Chua dalam menuliskan buku ini. Buku ini walaupun memang kisah pribadinya dan keluarganya hingga seperti memoar, tapi tidak terkesan hanya seperti buku yang berisi curhat semata. Banyak pengetahuan yang saya dapatkan mengenai musik klasik, biola, leukimia, bahkan sampai anjing Samoyed! Amy Chua selalu memasukkan data-data yang akurat dan terperinci dalam kisah-kisahnya.

Saya menemukan banyak artikel setelah saya mencari tau tentang Amy Chua lewat Google. Ternyata memang banyak yang kemudian mengkritisi metodenya, dan banyak hal kontroversial lainnya. Saya rasa wajar, karena seperti yang ia katakan

"Membesarkan anak ala China teramat sepi-- setidaknya kalau kita mencoba melakukannya di dunia Barat, dan kita sadari bahwa kita sendirian. Kita harus berjuang melawan seluruh sistem nilai yang berakar pada Renaissance, hak istimewa perorangan, teori perkembangan anak, dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia-- dan tak seorang pun dapat kita ajak bicara secara jujur, meskipun orang itu adalah sosok yang kita sukai dan sangat kita hormati"

Jadi, ketika berbagai kontroversi itu muncul, saya rasa Amy Chua pun sudah paham dengan hal tersebut dan bisa mengatasinya, dia kan Tiger Mother! :p

Saya juga menemukan artikel yang ditulis oleh Sophia, yang bagi saya cukup mengharukan karena ternyata bagi seorang anak, Tiger Mother tidak merenggut hak-hak asasinya, tapi justru memberikannya sebuah kemandirian.

Pada akhirnya, saya akan kembali mengutip kalimat dari buku ini

"Hidup ini begitu singkat dan begitu rapuh, tentunya kita masing-masing harus berusaha memberi sebanyak mungkin makna pada setiap tarikan napas kita, setiap detik dari waktu yang berlalu."



Dear Tiger Mother, Terima kasih atas buku yang sangat menginspirasi ya!

4 comments:

  1. Ya, lu aja kali yang mikir kayak gitu.. lu ga mikir kalo anak lo stres trus bunuh diri gimana?

    ReplyDelete
    Replies
    1. yaelah nggak nyante amat.
      yg bilang gw bakalan MAKSA anak gw (kelak), itu siapa?
      kan gw tulis :
      Yah, saya jadi terpikir juga untuk memberikan pendidikan musik klasik kepada mereka, tapi TIDAK DENGAN CARA YANG BEGITU EKSTRIM sampai memenjarakan hobi mereka yang lain

      makanya, BACA yang bener, MIKIR yang banyak.

      Delete
  2. saya juga suka banget sama bukunya amy chua, tau ngga sekarang sophia sama lulu dua duanya kuliah di harvard

    ReplyDelete
    Replies
    1. wah masa iya? berarti metode tiger mother bisa dibilang berhasil dong bikin anak2 sukses..

      denger2 Amy Chua bikin buku lagi ya.. tapi belum baca bukunya

      Delete