Monday, February 18, 2013

BENCI!


Aku benci kamu!
Pernahkah aku mengatakannya kepada seseorang? Tidak. Tapi pernahkah aku membenci seseorang? Ya. 
Ada perbedaan antara merasakannya dan mengatakannya.
Seumur hidupku, aku belum pernah membenci seseorang. Jikalau ada seseorang yang ku benci, dia pasti sudah sangat keterlaluan hingga memaksaku merasakan hal tersebut. Kalau ada yang pernah berselisih denganku, aku tidak membencinya. Aku hanya ilfeel. Kau tau maksudku? Perasaanku padanya hanya... Hilang. Hatiku beku saat mengingatnya, atau bahkan hanya mendengar namanya disebut oleh orang lain. Aku sudah pasti akan menghindarinya, pergi sejauh mungkin dari hidupnya. Dan entah mengapa, semua memori tentangnya pun perlahan lenyap dari sistem otakku, as if they were never existed.
Namun akhir-akhir ini aku merasakan sebuah emosi baru.. Aku merasa tidak suka kepada seseorang. Perasaan tidak suka itu semakin membesar karena banyaknya hal yang dilakukannya yang sangat bertentangan dengan prinsip-prinsip dalam hidupku. Macam-macam, seperti mengkhianati teman sendiri dengan merampas kebahagiaannya, melukai hati orang lain dengan perkataannya yang sangat menyakitkan, dan kesemuanya dilakukan secara konsisten dan terencana. Ini seperti sebuah kejahatan yang terorganisir! Pada awalnya, perasaan tidak suka itu muncul dan berusaha kutekan.. Aku menjauh darinya, aku membatasi diri darinya, aku membuat benteng di sekeliling diriku. Namun kelamaan, sikapnya yang persistent membuat rasa tidak suka itu semakin menjadi dan tumbuh semakin besar. Semakin banyak pula orang-orang yang kutemui yang tidak menyukainya dan itu semakin membuatku geram.. Mengapa seorang manusia bisa berbuat seJAHAT itu dan bersikap layaknya seorang peri kepada dunia?
Emosi itu pun muncul : aku benci padanya.
Berkali-kali aku mengenyahkan perasaan itu, aku tak bisa! Perasaan ini bukan hanya sekedar ilfeel seperti yang biasa kualami.. Tapi ini lebih kuat! Rasanya setiap sel dalam tubuhku ingin menghancurkannya. Aku ingin merobek semua kepalsuannya! 
Aku tidak lagi bisa mengendalikan semua emosi ini. Karena ini baru pertama kali aku merasakan emosi sedahsyat ini. Sungguh.
Namun, aku tidak mengatakan apa-apa padanya. Kau mungkin berpikir aku pengecut. Yah, itu hakmu untuk berpikir demikian. Silakan saja. Namun satu hal dasar dalam diriku.. Aku tidak suka konfrontasi. Yah. Itu benar. Itu membuatku merasa jijik terhadap diriku sendiri, bahwa aku akan berkata2 kasar padanya, merendahkannya, menghinanya. Aku tidak suka berbuat seperti itu. Aku bukan tipe 'offensive'.
Aku tau bahwa jika aku bersikap offensive, dia akan bersikap defensif. Dan aku akan merasa sangat buruk. Aku akan merasa bersalah untuk waktu yang sangat lama. Dan itu akan menghantuiku. Aku tidak suka.
Jadi aku memilih untuk diam dan memendamnya, berusaha mengatasi semua perasaan benci itu. Aku akan berusaha agar menjauh darinya saja cukup, tak perlu menyakitinya.

Bagiku, ada perbedaan besar saat seseorang merasakan benci atau hanya sekedar tidak suka kepada seseorang, dan mengatakannya.
Bagiku, saat seseorang berkata "aku benci kamu" atau "aku benci orang seperti kamu". Itu sangat kasar. Rasanya seperti mengatakan "aku lebih baik dari kamu" atau "kamu tidak layak untuk hidup" dan semacamnya. Mendengar orang lain mengatakannya kepada seseorang saja membuatku sangat sedih. Berarti, orang itu sudah sangat keterlaluan sampai memaksa orang lain untuk mengatakan hal kasar seperti itu.
Bagaimana mungkin ada orang yang bisa mengucapkan kata itu begitu sering? Aku berpikir mungkin dia butuh kasih sayang.. Atau dia sebenarnya merasakan kepahitan dan kesedihan dalam hatinya yang teramat dalam dan ia bosan bersedih atau menangis sehingga ia hanya bisa meluapkannya melalui sebuah kalimat: "aku benci kamu"
Saat kalimat tersebut diucapkan oleh orang yang sudah sering mengucapkannya, mungkin ia mengalami reduksi makna. Kata "aku benci kamu" bisa diartikan sebagai "aku hanya sedang kesal padamu dan aku tidak suka itu". Artinya, ada faktor x disini. Yaitu situasi. Dia mengucapkannya saat sedang emosional. Dan dia tidak benar-benar memaksudkan 'benci' seperti -yeah- 'BENCI!'
Tapi, alangkah tragisnya jika kau tidak terbiasa (atau mungkin bahkan belum pernah) mendengar kalimat tersebut diucapkan seseorang padamu. Kalimat "aku benci kamu" bisa berarti kehancuran dunia. Serius ini. Kau akan merasa sangat buruk, sampai-sampai hatimu terluka sangat dalam dan mungkin (jika kau seperti aku) akan menangis berhari-hari. Dan bukan hanya itu.. Kalimat itu akan mengendap dalam dirimu bahkan sampai alam bawah sadarmu. Itu akan mempengaruhi kondisi kejiwaanmu, dan kaupun menjadi manusia yang sangat rapuh.
Kalimat-kalimat seperti ini akan membayangimu, seperti sebuah sugesti 
'ada seseorang yang benci padaku' 
'Aku tidak cukup baik bagi orang lain' 
'Aku bukan orang yang baik' 
'Aku tidak layak memiliki teman' 
'Aku layak dibenci' 
Dan sebagainya. Hingga kaupun kemudian menjadi manusia dengan kepercayaan diri yang sangat rendah. Kau tak lagi bisa menghargai dirimu sendiri. 
Saat itulah dirimu hancur. Kau mungkin saja menolak kalimatku barusan, tapi itu benar.
Oleh karena alasan itulah, aku tidak pernah bisa mengatakan "aku benci kamu" pada orang lain. Karena mungkin saja orang tersebut akan terluka sebegitu dalam. Aku tidak akan pernah ingin menghancurkan hati orang lain sebegitunya, walaupun dia telah menghancurkan hatiku dengan teramat parah. Aku akan lebih memilih pergi darinya.
Baru-baru ini aku mendengar kalimat "aku benci kamu" diucapkan seseorang kepada orang lainnya. Secara langsung. Dan sampai saat ini aku masih shocked. Begitu mudahnya ia berkata-kata seperti itu.. Padahal aku tau dia sedang di puncak emosinya dan mungkin dia tidak bermaksud mengatakan "benci".
Menurutku, saat kita sedang emosi, sebaiknya kita tidak berkata apapun. Karena apapun yang kita ucapkan, akan menjadi berkali-kali lipat menyakitkan bagi orang lain. Kita akan mengeluarkan kata-kata yang bahkan tidak kita maksudkan, seperti "aku benci kamu".
Berbicara itu perlu, membicarakan masalah itu sangat penting. Tapi bagiku, caranya bukan dengan konfrontasi langsung dan melibatkan emosi.
Saat kita merasa marah atau terluka dengan perlakuan orang lain, jika kita memilih untuk langsung berkonfrontasi saat kita emosi, yang terjadi adalah bukan menyelesaikan masalah. Tapi justru menambah masalah.
Begitupun saat kita ingin 'menasihati' atau 'mengingatkan' teman kita.. Sebaiknya tidak dilakukan dengan emosi, apalagi sampai nyindir nyinyir. Karena akan rancu, apakah benar kita berniat baik ingin menasihatinya? Ataukah justru kita merasa tidak suka padanya dan hanya ingin berkonfrontasi dengannya?
Bagaimanapun, lawan bicara kita punya hati dan emosi. Sekecil apapun emosi yang keluar dari hati kita, akan tersentuh oleh hatinya. Jika itu adalah sebuah kebaikan dan dilakukan dengan tulus dan tanpa emosi, hati akan tersentuh oleh kebaikan itu sendiri. Sebaliknya, jika itu adalah sesuatu yang didasari oleh sebuah keburukan, sekecil apapun emosi jahat itu akan tertangkap pula oleh hati. Pada akhirnya proses nasehat menasehati menjadi pertikaian.

(22 Maret 2011. diantara banyak pengamatan)

No comments:

Post a Comment